Rabu, 24 Juni 2020

Peranan Hukum dalam Mencegah Terjadinya Krisis Ekonomi Akibat Pandemi COVID-19 di Indonesia


Indonesia adalah negara hukum yang mengatur jalannya hidup bernegara dengan perangkat-perangkat aturan dan peraturan yang ada. Selain mengatur, negara juga hadir sebagai pelindung bagi masyarakatnya. Negara Indonesia sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945  bertujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan  mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pemerintah  sangat berperan dalam mengatur perekonomian Indonesia sebagaimana diamanatkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Inilah yang menjadi pondasi kuat bagi pemerintah dalam mengatur sekaligus menjadi penentu arah kebijakan perekonomian Indonesia.
Dalam praktek penyelenggaraan negara  sering terjadi hal-hal mendesak dan berdampak bahaya baik secara regional maupun secara nasional. Seperti saat ini Indonesia dan seluruh dunia mengalami pandemi COVID-19 yang mengakibatkan terganggunya sektor ekonomi, sosial, politik dan pertahanan keamanan. Pandemi COVID-19 ini secara nyata telah mengganggu aktivitas ekonomi dan membawa pengaruh besar bagi perekonomian sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Salah satu implikasinya adalah berupa penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan dapat mencapai 4% (empat persen) atau lebih rendah dari itu, bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerangkan bahwa skenario pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam skenario berat hanya tumbuh 2,35 % (dua koma tiga puluh lima persen) sedangkan skenario sangat berat bisa tumbuh – 0,4 % (minus nol koma empat persen)[1]. Perekonomian Indonesia sangat tergantung kepada seberapa lama dan sebeapa parah penyebaran pandemi COVID-19 ini mempengaruhi atau bahkan melumpuhkan kegiatan masyarakat dan aktivitas ekonomi.
Penyebaran pandemi COVID-19 ini telah memberikan dampak dan ancaman pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti menurunnya penerimaan negara serta ketidakpastian ekonomi global, sehingga pemerintah perlu mengambil tindakan berupa kebijakan dan langkah-langkah luar biasa sebagai respon atas situasi ini, seperti di bidang perpajakan, keuangan daerah, pembiayaan dan lain sebagainya. Pemerintah dan lembaga-lembaga terkait dalam menentukan arah kebijakan dan langkah-langkahnya tentu tidak bisa bekerja tanpa adanya perangkat hukum yang memadai sebagai landasan yang kuat untuk pengambilan kebijakan dan langkah-langkah dimaksud. Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Presiden dalam hal kegentingan yang memaksa berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Adapun situasi saat ini telah memenuhi parameter sebagai kegentingan yang memaksa, yakni karena adanya kebutuhan yang mendesak, belum adanya undang-undang yang mengatur dan keadaan yang memerlukan kepastian dengan cepat untuk diselesaikan. Berdasarkan hal tersebut pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. PERPPU ini mengatur tentang Kebijakan Keuangan Negara seperti wewenang pemerintah untuk menetapkan defisit anggaran, melakukan penyesuaian besaran belanja wajib (mandatory spending), melakukan pergeseran anggaran antar unit, organisasi, antar fungsi dan atau program, menerbitkan Surat Utang Negara, menetapkan sumber-sumber pembiayaan Anggaran, memberikan pinjaman kepada Lembaga Penjamin Simpanan, memberikan hibah kepada Pemerintah Daerah, melakukan penyederhanaan mekanisme dan simplikasi dokumen di bidang keuangan negara, dan lain sebagainya. Selain mengatur Kebijakann Keuangan Negara, PERPPU ini juga mengatur tentang Kebijakan Stabilitas Sistem Keuangan seperti penambahan kewenangan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK), kewenangan Bank Indonesia (BI), kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan(LPS), dan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Namun sebelum terbitnya PERPPU Nomor 1 Tahun 2020, telah ada Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing kegiatan, Realokasi Anggaran, Serta Pengadaan Barang Dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).  Inpres ini menekankan untuk mengutamakan penggunaan alokasi anggaran yang telah ada untuk kegiatan-kegiatan yang mempercepat penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) baik melalui Refocussing kegiatan dan/atau realokasi anggaran untuk percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Menteri Keuangan juga telah mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Menteri Keuangan antara lain:
1.      PMK Nomor 19/PMK.07/2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2020 Dalam Rangka Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
2.      PMK Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona, dan
3.      PMK Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak Terhadap Barang dan Jasa Yang Diperlukan Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 11 /Pojk.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 yang memberikan wewenang kepada Bank untuk membuat kebijakan yang  mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak COVID-19, termasuk debitur usaha mikro, kecil dan menengah. Kebijakan tersebut dapat berupa kebijakan penetapan kualitas aset dan kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan.
Di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, beberapa Kepala Daerah juga telah membuat kebijakan dan langkah-langkah dalam menangani dampak pandemi COVID-19 ini baik untuk bidang kesehatan maupun ekonomi.
Sampai saat ini pemerintah belum mengambil sikap pada tahap Lock Down atau Darurat Sipil/Keadaan Bahaya (Pasal 12 UUD 1945) karena untuk hal tersebut diperlukan pertimbangan yang sangat matang, termasuk pada efek atau resiko yang akan terjadi baik secara ekonomi, sosial, politik, pertahanan dan keamanan. Sejauh ini pemerintah melalui aturan pemerintahan daerah, hanya memberi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, yang tentu penerapannya akan berbeda di setiap daerah, tergantung kondisi dan situasi pandemi COVID-19 di daerah masing-masing.
Kita berharap pandemi COVID-19 ini segera berakhir dan mari kita dukung pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19 ini dan dampak-dampaknya terhadap ekonomi, sosial, politik, pertahanan dan keamanan.
---



[1] Sri Mulyani Jelaskan Corona Bisa Bikin Ekonomi RI Resesi. Berita dari www.m.detik.com/finance tanggal 14 April 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar