Indonesia adalah negara
hukum yang mengatur jalannya hidup bernegara dengan perangkat-perangkat aturan
dan peraturan yang ada. Selain mengatur, negara juga hadir sebagai pelindung
bagi masyarakatnya. Negara Indonesia sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD
1945 bertujuan melindungi segenap bangsa
Indonesia dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pemerintah sangat berperan dalam mengatur perekonomian
Indonesia sebagaimana diamanatkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Inilah
yang menjadi pondasi kuat bagi pemerintah dalam mengatur sekaligus menjadi
penentu arah kebijakan perekonomian Indonesia.
Dalam praktek
penyelenggaraan negara sering terjadi
hal-hal mendesak dan berdampak bahaya baik secara regional maupun secara
nasional. Seperti saat ini Indonesia dan seluruh dunia mengalami pandemi COVID-19
yang mengakibatkan terganggunya sektor ekonomi, sosial, politik dan pertahanan
keamanan. Pandemi COVID-19 ini secara nyata telah mengganggu aktivitas ekonomi
dan membawa pengaruh besar bagi perekonomian sebagian besar negara-negara di
seluruh dunia, termasuk Indonesia. Salah satu implikasinya adalah berupa
penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan dapat mencapai 4%
(empat persen) atau lebih rendah dari itu, bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani
Indrawati menerangkan bahwa skenario pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam
skenario berat hanya tumbuh 2,35 % (dua koma tiga puluh lima persen) sedangkan
skenario sangat berat bisa tumbuh – 0,4 % (minus nol koma empat persen)[1].
Perekonomian Indonesia sangat tergantung kepada seberapa lama dan sebeapa parah
penyebaran pandemi COVID-19 ini mempengaruhi atau bahkan melumpuhkan kegiatan
masyarakat dan aktivitas ekonomi.
Penyebaran pandemi
COVID-19 ini telah memberikan dampak dan ancaman pertumbuhan ekonomi Indonesia
seperti menurunnya penerimaan negara serta ketidakpastian ekonomi global,
sehingga pemerintah perlu mengambil tindakan berupa kebijakan dan
langkah-langkah luar biasa sebagai respon atas situasi ini, seperti di bidang
perpajakan, keuangan daerah, pembiayaan dan lain sebagainya. Pemerintah dan
lembaga-lembaga terkait dalam menentukan arah kebijakan dan langkah-langkahnya
tentu tidak bisa bekerja tanpa adanya perangkat hukum yang memadai sebagai
landasan yang kuat untuk pengambilan kebijakan dan langkah-langkah dimaksud.
Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Presiden dalam hal
kegentingan yang memaksa berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai
pengganti undang-undang. Adapun situasi saat ini telah memenuhi parameter
sebagai kegentingan yang memaksa, yakni karena adanya kebutuhan yang mendesak,
belum adanya undang-undang yang mengatur dan keadaan yang memerlukan kepastian
dengan cepat untuk diselesaikan. Berdasarkan hal tersebut pemerintah telah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1
Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan
Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang
Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. PERPPU
ini mengatur tentang Kebijakan Keuangan Negara seperti wewenang pemerintah
untuk menetapkan defisit anggaran, melakukan penyesuaian besaran belanja wajib
(mandatory spending), melakukan
pergeseran anggaran antar unit, organisasi, antar fungsi dan atau program,
menerbitkan Surat Utang Negara, menetapkan sumber-sumber pembiayaan Anggaran,
memberikan pinjaman kepada Lembaga Penjamin Simpanan, memberikan hibah kepada
Pemerintah Daerah, melakukan penyederhanaan mekanisme dan simplikasi dokumen di
bidang keuangan negara, dan lain sebagainya. Selain mengatur Kebijakann
Keuangan Negara, PERPPU ini juga mengatur tentang Kebijakan Stabilitas Sistem
Keuangan seperti penambahan kewenangan Komite Stabilitas Sistem Keuangan
(KKSK), kewenangan Bank Indonesia (BI), kewenangan Lembaga Penjamin
Simpanan(LPS), dan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Namun sebelum terbitnya
PERPPU Nomor 1 Tahun 2020, telah ada Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020
tentang Refocussing kegiatan, Realokasi Anggaran, Serta Pengadaan Barang Dan Jasa
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Inpres ini menekankan untuk mengutamakan penggunaan alokasi anggaran yang telah ada untuk kegiatan-kegiatan yang mempercepat penanganan Corona Virus Disease
2019 (COVID-19) baik melalui Refocussing kegiatan dan/atau realokasi
anggaran untuk percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Menteri
Keuangan juga telah mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Menteri Keuangan
antara lain:
1.
PMK
Nomor 19/PMK.07/2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum, dan Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2020 Dalam Rangka
Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
2.
PMK
Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah
Virus Corona, dan
3.
PMK
Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak Terhadap Barang dan Jasa
Yang Diperlukan Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019.
Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) juga telah mengeluarkan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 11 /Pojk.03/2020 Tentang
Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak
Penyebaran Coronavirus Disease 2019 yang memberikan wewenang kepada Bank untuk
membuat kebijakan yang mendukung
stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak COVID-19,
termasuk debitur usaha mikro, kecil dan menengah. Kebijakan tersebut dapat
berupa kebijakan penetapan kualitas aset dan kebijakan restrukturisasi kredit
atau pembiayaan.
Di tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota, beberapa Kepala Daerah juga telah membuat kebijakan dan
langkah-langkah dalam menangani dampak pandemi COVID-19
ini baik untuk bidang kesehatan maupun ekonomi.
Sampai saat ini pemerintah
belum mengambil sikap pada tahap Lock Down atau Darurat Sipil/Keadaan Bahaya
(Pasal 12 UUD 1945) karena untuk hal tersebut diperlukan pertimbangan yang
sangat matang, termasuk pada efek atau resiko yang akan terjadi baik secara ekonomi, sosial, politik, pertahanan dan keamanan. Sejauh ini pemerintah melalui aturan pemerintahan daerah, hanya
memberi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, yang tentu penerapannya
akan berbeda di setiap daerah, tergantung kondisi dan situasi pandemi COVID-19 di daerah
masing-masing.
Kita berharap pandemi COVID-19 ini segera berakhir dan
mari kita dukung pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19 ini dan
dampak-dampaknya terhadap ekonomi, sosial,
politik, pertahanan dan keamanan.
---
[1]
Sri Mulyani Jelaskan Corona Bisa Bikin Ekonomi RI Resesi. Berita dari www.m.detik.com/finance tanggal 14
April 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar