Pasal 170 KUHP mengatur tentang sanksi hukum bagi para pelaku
kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum. Kalau boleh dikatakan pasal
ini adalah gabungan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dan Pasal
55 KUHP tentang turut serta melakukan suatu perbuatan. Namun bila dibandingkan
tentulah berbeda pengertian ataupun tujuan yang diinginkan oleh Pasal 170 KUHP
dengan Pasal 351 dan 55 KUHP.
Perlu ketelitian dalam
penerapan pasal ini, karena bisa saja menyentuh ketentuan pasl 351. Maka
daripada itu sering sekali para penyidik membuat pasal ini jounto 351 dan di
tingkat penuntutan Penuntut Umum sering memakai jenis dakwaan Alternatif,
dimana nantinya hakim dapat langsung memilih untuk menentukan dakwaan mana yang
sekiranya cocok serta sesuai dengan hasil pembuktian di persidangan.[1]
Objek dari perlakuan para
pelaku dalam pasal ini bukan saja haruslah manusia tetapi dapat saja berupa
benda atau barang. Ini yang menjadi salah satu perbedaan pasal ini dengan Pasal
351 tentang penganiayaan.
PEMBAHASAN
Pasal 170 KUHP berbunyi
demikian:
(1) Barang siapa yang di muka umum
bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara
selama-lamanya lima tahun enam bulan.
(2) Tersalah dihukum:
a. dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika ia dengan
sengaja merusakkan barang atau kekerasan yang dilakukannya itu menyebabkan
sesuatu luka.
b. dengan penjara selama-lamanya sembilan
tahun, jika kekerasan itu menyebabkan luka berat pada tubuh
c. dengan penjara selama-lamanya dua belas
tahun, jika kekerasan itu menyebabkan matinya orang.
(3) Pasal 89 tidak berlaku
Perlu diuraikan unsur-unsur
yang terdapat dalam pasal ini sebagai berikut:
1.
Barangsiapa.
Hal ini menunjukkan kepada orang atau pribadi sebagai pelaku.
2.
Di muka
umum. Perbuatan itu dilakukan di tempat dimana publik dapat melihatnya
3.
Bersama-sama,
artinya dilakukan oleh sedikit-dikitnya dua orang atau lebih. Arti kata
bersama-sama ini menunjukkan bahwa perbuata itu dilakukan dengan sengaja (delik dolus) atau memiliki tujuan yang
pasti, jadi bukanlah merupakan ketidaksengajaan (delik culpa).
4.
Kekerasan,
yang berarti mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil dan
tidak sah. Kekerasan dalam pasal ini biasanya terdiri dari “merusak barang”
atau “penganiayaan”.
5.
Terhadap
orang atau barang. Kekerasan itu harus ditujukan kepada orang atau barang
sebagai korban
Penggunaan pasal ini tidaklah
sama dengan penggunaan pasal 351, dikarenakan dalam pasal ini pelaku adalah
lebih dari satu, sedangkan dalam pasal 351, pelaku adalah satu orang, ataupun
dapat lebih dari satu orang dengan catatan dilakukan tidak dalam waktu yang
bersamaan. Seseorang dapat saja mendapat perlakuan kekerasan dari dua orang
atau lebih tetapi para pelaku tidak melakukannya bersama-sama atau tidak
sepakat dan sepaham untuk melakukan kekerasan itu, maka hal ini sudah memasuki
ranah Pasal 351.
Kekerasan yang dilakukan
sesuai Pasal 170 sudahlah tentu dilakukan oleh para pelaku dalam waktu yang
bersamaan ataupun dalam waktu yang berdekatan dengan syarat ada kesepakatan dan
kesepahaman untuk berbuat tindakan kekerasan tersebut terhadap orang atau
barang.
Perbedaan yang paling mendasar
Pasal 170 dengan Pasal 351 adalah dilakukannya tindakan itu di hadapan orang
banyak atau di ruang publik terbuka, sedangkan pada Pasal 351 hal ini tidak
dibedakan, apakah dilakukan di ruang tertutup untuk umum ataupun di ruang
publik terbuka.
Ancaman hukuman Pasal 170 ini
lebih berat daripada Pasal 351. Apabila kita bandingkan pada akibat yang
ditimbulkan antara kedua pasal ini dengan ancaman hukumannya, maka kita akan
mendapati ancaman hukuman pada Pasal 170 lebih berat daripada Pasal 351. Pada
Pasal 170, jika korban mengalami luka berat maka si pelaku diancam dengan
hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun, sedangkan pada Pasal 351 dengan
akibat yang sama, yaitu luka berat, pelaku diancam dengan hukuman penjara
selama-lamanya lima tahun. Jika akibat yang ditimbulkan adalah matinya korban,
Pasal 170 mengancam dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun
sedangkn pada Pasal 351 ancaman hukumannya adalah hukuman penjara
selama-lamanya tujuh tahun.
Berbicara mengenai luka berat,
Pasal 90 KUHP memberikan defenisi luka berat sebagai berikut:
“ Yang dikatakan luka berat pada tubuh yaitu:
penyakit atau luka, yang tak boleh diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna
atau yang dapat mendatangkan bahaya maut; terus-menerus tidak cakap lagi
melakukan jabatan atau pekerjaan; tidak lagi memakai salah satu panca indera;
kudung (kerompong); lumpuh; berubah pikiran (akal) lebih dari empat minggu
lamanya; menggugurkan atau membunuh anak dari kandungan ibu.”
Dari defenisi yang diberikan
Pasal 90 KUHP di atas, dapat diterangkan bahwa:
1.
Luka
yang dapat sembuh kembali dengan sempurna dan tidak mendatangkan bahaya maut (
tentunya dengan referensi pihak yang profesional dan diakui, seperti dokter
misalnya) itu bukanlah luka berat.
2.
Luka
berat bukan harus selalu berarti luka yang besar. Keadaan yang ditimbulkan,
walau sebesar apapun itu, selama sudah membuat proses suatu kegiatan/pekerjaan
yang seharusnya dilakukan dengan baik, terhambat secara terus-menerus atau
dengan kata lain tidak cakap melakukan pekerjaannya, itu juga termasuk luka
berat. Dalam penjelasanya terhadap Pasal 90 ini, R. Soesilo memberi contoh
penyanyi yang rusak kerongkongannya sehingga tidak dapat menyanyi selama-lamanya.
3.
Luka
berat juga dapat berupa tidak lagi
memakai (kehilangan) salah satu panca indera. Panca indera itu berupa
penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa lidah dan rasa kulit.
4.
Lumpuh
(verlamming) artinya tidak dapat
menggerakkan anggota badannya dikategorikan juga sebagai luka berat.
5.
Luka
berat tidak harus selalu terlihat dari luar saja. Berobah pikiran dapat juga
dikategorikan luka berat ketika hal itu lebih dari 4 (empat minggu). Pikiran
terganggu, kacau, tidak dapat memikir lagi dengan normal, semua itu lamanya
harus lebih dari empat minggu, jika kurang, tidak termasuk pengertian luka
berat.
6.
Tindakan
menggugurkan atau membunuh bakal anak kandungan ibu akan mengakibatkan suatu
keadaan yang dapat dikategorikan luka berat pada ibu yang mengandung tersebut.
7.
Pengertian
mengenai luka berat yang tidak disebutkan dalam Pasal 90 dapat diterima sebagai
suatu keadaan yang disebut luka berat sesuai pertimbangan hakim dengan terlebih
dahulu mendengarkan keterangan saksi atau dokter yang biasa kita sebut visum et repertum.
Khusus untuk kekerasan
terhadap barang, Pasal yang juga mengatur hal ini adalah pasal 406 KUHP ayat
(1). Pasal 406 ini juga mengatur jika korban adalah binatang dalam ayat (2).
Untuk lebih jelasnya, berikut isi dari Pasal 406:
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan dengan
melawan hak membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi
atau menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan
orang lain, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-
(2) Hukuman serupa itu dikenakan juga kepada
orang yang dengan sengaja dan dengan melawan hak membunuh, merusakkan, membuat
sehingga tidak dapat digunakan lagi atau menghilangkan binatang, yang sama
sekali atau sebagiannya kepunyaan orang lain.
Ancaman
hukumannya adalah lebih ringan karena khusus mengatur tentang objek perlakuan
dari perbuatan itu adalah barang dan binatang. Yang menjadi perhatian disini
adalah hilangnya hak kepemilikan si empunya atas barang atau binatang, baik
kepemilikan sepenuhnya atau sebagian atas barang atau binatang tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar